Bagi analis data muda yang sedang merintis karier di startup atau UMKM, dunia kerja bisa terasa seperti arena balap. Tekanan untuk terus mengejar target, jam kerja yang panjang, dan budaya “hustle” bisa membuat siapa pun kewalahan. Ditambah lagi, sebagai orang muda, Anda tentu haus akan pengalaman, ingin terus berkembang, dan membuktikan diri. Namun, di lingkungan yang bergerak cepat ini, menjadi semakin penting untuk menjaga keseimbangan antara hidup dan pekerjaan (work-life balance). Di tengah hiruk pikuk ini, ada satu keahlian penting yang seringkali diremehkan: seni untuk bilang “Tidak”.
Mengucapkan “tidak” mungkin terasa kontra-produktif, apalagi di lingkungan yang kompetitif. Namun, menguasai seni untuk bilang “Tidak” adalah senjata ampuh untuk melindungi keseimbangan hidup dan kerja (work-life balance) Anda. Berkata “Tidak” bukanlah tentang memanjakan rasa “malas”, tetapi tentang mengambil kendali atas waktu dan energi Anda untuk bisa berkembang secara optimal.
Sebaik apa pun stamina Anda, Anda bukanlah mesin. Ada batasan kapasitas yang Anda miliki. Jika Anda terus menerus menerima semua permintaan tanpa henti, pada akhirnya produktivitas Anda akan menurun, kreativitas terhambat, dan yang lebih parah, kesehatan mental dan fisik bisa terganggu.
Dengan mengatakan “tidak”, Anda bisa:
Menolak tidak harus selalu lugas dan kaku. Ini bukan hanya tentang mengucapkan kata itu sendiri, tetapi juga tentang menyampaikannya dengan tepat. Berikut beberapa hal yang perlu Anda perhatikan.
Tidak semua permintaan perlu serta-merta ditolak. Luangkan waktu untuk memahami detail permintaan dan dampaknya terhadap pekerjaan Anda saat ini. Jika tugas tersebut sesuai dengan keahlian Anda dan bisa diselesaikan tanpa mengganggu prioritas, pertimbangkan untuk menerimanya.
Saat menolak, sampaikan penolakan Anda secara jelas dan tegas, tetapi tetap sopan. Anda bisa mengawali dengan mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan. Kemudian, jelaskan alasan penolakan Anda secara singkat dan padat. Jangan sekedar mengatakan “tidak” tanpa penjelasan. Misalnya, “Terima kasih sudah menawarkan saya untuk mengerjakan project ini. Sayangnya, saat ini saya sedang mengerjakan project X dengan deadline ketat, sehingga saya khawatir tidak bisa memberikan hasil yang optimal jika mengambil project tambahan.”
Menolak permintaan bukan berarti memutuskan komunikasi. Jika memungkinkan, tawarkan solusi alternatif. Misalnya, Anda bisa merekomendasikan rekan kerja lain yang lebih sesuai untuk menangani tugas tersebut, atau mengusulkan agar permintaan dipertimbangkan kembali di waktu yang lebih sesuai.
Bingkai penolakan Anda dengan menekankan keuntungan bersama. Misalnya, “Saya rasa demi hasil terbaik untuk project ini, sebaiknya kita mencari seseorang yang memiliki pengalaman lebih banyak di bidang tersebut.” Dengan demikian, penolakan Anda dilihat sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen Anda terhadap kesuksesan tim.
Sampaikan penolakan dengan sopan dan tegas. Meskipun Anda menolak, sampaikan dengan nada yang sopan dan profesional. Hindari nada defensif atau kasar. Jaga nada suara dan bahasa tubuh agar tetap menghormati orang yang mengajukan permintaan. Namun, jangan berbelit-belit dan tetap percaya diri dengan keputusan Anda.
Menolak mungkin terasa sulit pada awalnya, apalagi di lingkungan kerja yang serba cepat. Namun, semakin sering Anda berlatih, semakin mudah Anda akan melakukannya. Ingat, Anda tidak perlu meminta maaf karena memprioritaskan kesejahteraan diri sendiri.
Latih kepercayaan diri Anda. Yakinlah bahwa Anda layak mendapatkan batasan dan keseimbangan hidup dan kerja yang sehat. Menolak sesuatu bukan berarti Anda tidak kompeten atau tidak loyal. Justru sebaliknya, kemampuan untuk bilang “Tidak” menunjukkan kecerdasan dalam mengelola waktu dan energi secara efektif. Seorang data analis yang produktif dan berenergi jauh lebih berharga daripada yang kelelahan dan kewalahan.
Yang tidak kalah penting, jalin komunikasi terbuka dengan atasan tentang ekspektasi dan kapasitas Anda. Dengan demikian, atasan akan lebih memahami keterbatasan Anda dan menyesuaikan pemberian tugas.
Mulailah berlatih mengucapkan “tidak” dalam situasi yang aman. Misalnya, latihan menolak ajakan kerja tambahan dengan teman sejawat. Semakin banyak berlatih, semakin percaya diri Anda ketika harus menolak di situasi nyata.
Mengucapkan “tidak” bukan hanya tentang melindungi diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada perubahan budaya “hustle” yang tidak sehat. Dengan berani menolak pekerjaan yang tidak perlu, Anda memberi sinyal kepada atasan dan rekan kerja bahwa batasan itu penting.
Lambat laun, lingkungan kerja yang lebih menghargai keseimbangan hidup dan kerja bisa tercipta. Ini akan menguntungkan semua pihak, karena karyawan yang bahagia dan sehat cenderung lebih produktif dan loyal terhadap perusahaan.
Menguasai seni untuk bilang “Tidak” adalah keahlian yang wajib dimiliki para data analis muda. Bukan berarti bahwa saat bilang “Tidak” kita khawatir dicap malas, tetapi hal ini adalah tentang mengambil kendali atas waktu dan energi Anda. Dengan mengatakan “tidak” pada hal yang tidak perlu, Anda bisa menjadi data analis yang produktif, menjaga kesehatan mental dan fisik, dan berkontribusi pada terciptanya lingkungan kerja yang lebih sehat. Jadi, jangan ragu. Diri Anda di masa depan akan berterima kasih karenanya.